Jumat, 21 Agustus 2015

Responsivitas Dinas Koperasi dan UMKM dalam Memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Studi Di Kecamatan Telanaipura Kota Jambi

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERNYATAAN ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
PENGESAHAN PANITIAN UJIAN iv
MOTTO v
PERSEMBAHAN vi
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xii
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah 1
b. Rumusan Masalah 7
c. Batasan Masalah 8
d. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 8
e. Kerangka Teori 9
f. Tinjauan Pustaka 17
BAB II METODE PENELITIAN
a. Pendekatan Penelitian 21
b. Jenis dan Sumber Data 21
c. Teknik Pengambilan Sampel 23
d. Instrumen Pengumpulan Data 24
e. Teknik Analisis Data 27
f. Sistematika Penulisan 29
g. Jadwal Penelitian 31
BAB III GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
a. Letak Geografis Kecamatan Telanaipura Kota Jambi 32
b. Sejarah Berdirinya Dinas Koperasi dan UMKM 33
c. Visi dan Misi Dinas Koperasi dan UMKM 34
d. Struktur Organisasi Dinas Koperasi dan UMKM 38
e. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi dan UMKM 40

BAB IV PEMBAHASAN PENELITIAN
a. Responsivitas Dinas Koperasi dan UMKM dalamMemberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 45
b. Kendala yang Dihadapi dan Upaya yang Dilakukan Dinas Koperasi dan UMKM dalam Memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 57
BAB V PENUTUP
a. Kesimpulan 62
b. Saran 63
c. Kata Penutup 64
DAFTAR PUSTAKA
CURICULUM VITAE

Senin, 04 Mei 2015

Contoh Abstrak

ABSTRACT

This thesis aims to reveal the responsiveness of the Department of Cooperatives and SMEs in empowering micro, small and medium enterprises in the District Telanaipura Jambi, and to know the obstacles encountered and efforts made by the Department of Cooperatives and SMEs in empowering micro, small and medium enterprises in the District Telanaipura Jambi city. This thesis uses descriptive qualitative research method by taking samples for SMEs engaged in central souvenirs typical of Jambi. Data collection methods used through observation, interviews and documentation. Based on the research conducted and the results obtained the following conclusions: first, the responsiveness of the Department of Cooperatives and SMEs in empowering SMEs is still low. It is measured on three things namely the ability of the Department of cooperatives and SMEs recognize the business needs, ability to set the agenda and priorities for the empowerment of SMEs services and the ability to develop programs to empower MSMEs engaged in the center of souvenirs Jambi not on target. Programs in the form of aid, technical assistance and training conducted by the Department of Cooperatives and SMEs still applies to all types of SMEs and not focus on SMEs engaged in the center of souvenirs Jambi. Second, obstacles encountered also still common as the issue of financing and the development of information technology so that the efforts are also still common in the form of cooperation with third parties as well as private companies such as PTPN, PT Ventura and Pertamina as well as training of staff and the appointment of specialized staff in charge of the development of information technology ,


Keywords: Responsiveness, Empowerment, SMEs

Kamis, 02 Januari 2014

Makalah Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus

Abdul Azis

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Adanya implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia yang ditandai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, membawa implikasi tersendiri dalam proses pembangunan di daerah, yaitu dengan adanya perubahan pola penerimaan dan pengeluaran daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Urusan wajib/kewenangan yang begitu luas diserahkan ke daerah membawa konsekuensi terhadap pembiayaan, sedangkan bila daerah mengandalkan penerimaan dan pendapatan asli daerah atau PAD maka membiayai seluruh urusan wajib yang diserahkan pemerintah tersebut masih sangatlah kurang, untuk itu perlu adanya dana pusat yang diserahkan ke daerah dalam upaya mengurangi ketimpangan baik vertikal maupun horizontal dan dana tersebut dalam peraturan perundang-undangan dinamakan Dana Perimbangan.
Sesuai dengan namanya, Dana Perimbangan menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan itu meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dalam pelaksanaannya, kebijakan otonomi daerah didukung pula oleh perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, sebagaimana diatur dalam UU No.25 Tahun 1999 (diganti dengan UU No. 33 Tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat-Daerah. Dalam UU tersebut yang dimaksud dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka Negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antardaerah secara proporsional, demokrartis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata acara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya (Saragih, 2003).
Wujud dari perimbangan keuangan tersebut adalah adanya dana perimbangan yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Ketiga jenis dana tersebut bersama dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber dana daerah yang digunakan untuk menyelenggarakan pemerintahan di tingkat daerah. Setiap jenis dana perimbangan memiliki fungsinya masing-masing. Dana Bagi Hasil berperan sebagai penyeimbang fiskal antara pusat dan daerah dari pajak yang dibagihasilkan. DAU berperan sebagai pemerata fiskal antardaerah (fiscal equalization) di Indonesia. Dana Alokasi Umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah (Widjaja, 2002). Dan DAK berperan sebagai dana yang didasarkan pada kebijakan yang bersifat darurat (Saragih, 2003).
B.     Rumusan Masala














BAB II
PEMBAHASAN
A.    DANA ALOKASI UMUM (DAU)
1.      Pengertian Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah dalam bentuk block grant yang pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah.[1]
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana Pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan yang bertujuan sebagai pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Umum (DAU) bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
2.      Penerapan Pengalokasian
Besarnya Dana Alokasi Umum diterapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang dterapkan dalam APBN. DAU ini merupakan seluruh alokasi umum Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Kenaikan Dana Alokasi Umum akan sejalan dengan penyerahan dan pengalihan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Umum terdiri dari:
Ø  Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi
Ø  Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten/Kota.
Jumlah Dana Alokasi Umum bagi semua Daerah Provinsi dan Jumlah dana Alokasi Umum bagi semua Daerah Kabupaten/Kota masing-masing ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Dana Alokasi Umum untuk suatu Daerah Provinsi tertentu ditetapkan berdasarkan jumlah Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah provinsi yang ditetapkan dalam APBN dikalikan dengan rasio bobot daerah provinsi yang bersangkutan, terhadap jumlah bobot seluruh provinsi. Porsi Daerah Provinsi ini merupakan persentase bobot daerah provinsi yang bersangkutan terhadap jumlah bobot semua daerah provinsi di seluruh Indonesia.
Jumlah DAU suatu Daerah Provinsi
 
Rumus Dana Alokasi Umum untuk suatu Provinsi tertentu:
                                                   X           (Bobot Daerah Provinsi ybs)
                                                            (Jumlah bobot dari seluruh Provinsi)

Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk seluruh daerah Kabupaten/kota yang ditetapkan dalam APBN dengan porsi daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Jumlah DAU suatu Daerah Kabupaten/Kota
 
Rumus Dana Alokasi Umum untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu:
                                              X                (bobot daerah kabupaten ybs)
                                                            (Jumlah bobot dari seluruh kab/kota)
Berdasarkan tentang dana perimbangan, maka kebutuhan wilayah otonomi daerah merupakan perkalian dari total pengeluaran daerah rata-rata dengan penjumlahan dari indeks: penduduk, luas daerah, kemiskinan relatif dan kenaikan harga setelah dikalikan dengan bobot masing-masing indeks.
1.       Indeks Penduduk +
2.       Indeks Luas Wilayah +
3.       Indeks Kemiskinan Relatif +
4.       Indeks Harga.
 
Rumus:
            Pengeluaran Daerah Rata-Rata  X   

Sedangkan potensi ekonomi daerah dihitung berdasarkan perkiraan penjumlahan penerimaan daerah yang berasal dari PAD, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam, yang dituliskan sebagai berikut:
                        PAD + PBB + BPHTB + BHSDA + PPH
Bobot daerah adalah proporsi kebutuhan dana alokasi umum suatu daerah dengan total kebutuhan dana alokasi umum suatu daerah.
Bobot Dana Alokasi Umum suatu Daerah
 
Rumusnya sebagai berikut:
                                                   =   Kebutuhan dana alokasi umum suatu daerah
                                                       Kebutuhan dana alokasi umum seluruh daerah
Hasil Perhitungan Dana Alokasi Umum untuk masing-masing Daerah ditetapkan dengan Keputusan Presiden berdasarkan usulan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.
3.      Tata Cara Penyaluran DAU
Hasil perhitungan Dana Alokasi Umum untuk masing-masing daerah ditetapkan dengan keputusan Presiden berdasarkan usulan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.
Usulan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah setelah mempertimbangkan faktor penyeimbang. Faktor Penyeimbang adalah suatu mekanisme untuk memperhitungkan dari kemungkinan penurunan kemampuan daerah dalam pembiayaan beban pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah.
Usulan Dewan Alokasi Umum untuk masing-masing daerah disampaikan oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. Penyaluran Dana Alokasi Umum kepada masing-masing kas daerah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan secara berkala.
4.      Pelaporan Penggunaan DAU
Gubernur melaporkan penggunaan DAU untuk Provinsi setiap triwulan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, paling lambat satu bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan. Ketentuan ini juga berlaku kepada Bupati/Walikota dengan tambahan berupa tembusan pada Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat di daerah.
5.      DAU Dalam Masa Peralihan
Dalam masa peralihan dengan berlakunya PP No. 104 tahun 2000, pelaksanaan alokasi Dana Alokasi Umum disesuaikan dengan proses penataan organisasi pemerintahan daerah dan proses pengalihan pegawai ke daerah. Dana Alokasi Umum ini dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan jumlah pegawai yang telah sepenuhnya menjadi beban daerah, baik pegawai yang telah berstatus sebagai pegawai pemerintah pusat yang dialihkan menjadi pegawai daerah. Dalam hal pegawai pemerintah pusat yang telah ditetapkan untuk dialihkan kepada daerah belum sepenuhnya menjadi beban daerah, pembayaran gaji pegawai tersebut diperhitungkan dengan Dana Alokasi Umum bagi daerah yang bersangkutan. Jangka waktu masa peralihan adalah sampai dengan semua pegawai pemerintah pusat yang telah ditetapkan untuk dialihkan kepada daerah telah sepenuhnya menjadi beban daerah yang bersangkutan.  
B.     DANA ALOKASI KHUSUS (DAK)
1.      Pengertian Dana Alokasi Khusus (Dak)
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada Daerah tertentu untuk membiayai dana dalam APBN, yang dimaksud sebagai daerah tertentu adalah daerah-daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat khusus.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi atau kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintah Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Dana Alokasi Khusus (DAK) digunakan untuk membiayai investasi pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik secara ekonomis untuk jangka panjang. Dalam keadaan tertentu, Dana Alokasi Khusus dapat membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 (tiga) tahun.
2.      Bentuk Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada daerah tertentu berdasarkan usulan daerah yang berisi usulan-usulan kegiatan dan sumber-sumber pembiayaannya yang diajukan kepada Menteri Teknis oleh daerah tersebut. Bentuknya dapat berupa rencana suatu proyek atau kegiatan tertentu atau dapat berbentuk dokumen program rencana pengeluaran tahunan dan multi tahunan untuk sektor-sektor serta sumber-sumber pembiayaannya.
Bentuk usulan daerah tersebut berpedoman pada kebijakan instansi teknik terkait. Kecuali usulan tentang proyek/kegiatan reboisasi yang dibiayai dari bagian dana reboisasi.
Dalam sektor/kegiatan yang disusulkan oleh daerah termasuk dalam kebutuhan yang tidak dapat diperhitungkan (tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus alokasi umum) maka daerah perlu membuktikan bahwa daerah kurang mampu membiayai seluruh pengeluaran usulan kegiatan tersebut dari Pendapatan Asli Daerah, Bagian Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bagian Daerah dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Bagian Daerah dari Penerimaan Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum, Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah, yang penggunaannya dapat ditentukan sepenuhnya oelh Daerah.
Pengalokasian Dana Alokasi Khusus kepada Daerah ditetapkan oleh Menteri Keuangan Setelah memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Menteri Teknis terkait dan Instansi yang membidangi perencanaan pembangunan nasional.   
3.      Penggunaan Dana Alokasi Khusus
Pengalaman praktis penggunaan DAK sebagai instrumen kebijakan misalnya:
Ø  Pertama, dipakai dalam kebijakan trasfer fiscal untuk mendorong suatu kegiatan agar sungguh-sungguh dilaksanakan oleh daerah.
Ø  Kedua, penyediaan biaya pelayanan dasar (basic services) oleh daerah cenderung minimal atau dibawah standar. Dalam alokasi DAK tersebut Pusat menghendaki adanya benefit spillover effect sehingga meningkatkan standar umum.
Ø  Ketiga, alokasi dana melalui DAK biasanya memerlukan kontribusi dana dari daerah yang bersangkutan, semacam matching grant.
4.      Penyaluran Dana Alokasi Khusus
Ketentuan tentang penyaluran Dana Alokasi Khusus kepada Daerah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Ketentuan pelaksanaan penyaluran Dana Alokasi Khusus ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 553/KMK.03/2000 tentang Tata Cara Penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor 655/KMK.02/2000 tanggal 27 Desember 2001 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 553/KMK.03/2000 tentang Tata Cara Penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.




Selasa, 17 Desember 2013

Asas Asas ilmu Pemerintahan


ASAS-ASAS ILMU PEMERINTAHAN
Asas berasal dari bahasa Inggris yang berarti Principle atau Foundation yang melahrikan enam istilah antara lain: Basic Knowledge, Conceptual Foundations, Fundamental Concepts, Underlying Philosophy, Essential, Beginsel. Secara istilah azas diartikan dasar prinsip, pedoman, pegangan. Jika diartikan dalam pemerintahan, azas pemerintahan merupakan prinsip dasar dari pemerintahan yang baik bersifat normatif maupun sebagai sistem nilai pemerintahan dalam membentuk dan menjalankan pemerintahan. Sedangkan menurut Taliziduhu Ndraha asas-asas pemerintahan dapat didefinisikan sebagai pola umum dan normatif perilaku pemerintahan yang bersumber dari nilai pemerintahan dan sebagai pegangan pemerintahan yang secara objektif diperlukan untuk memperlancar dan mengefektifkan hubungan interaksi antara pemerintah dengan yang diperintah.
Secara umum, Azas-azas pemerintahan terdiri dari beberapa asas yakni:
1.    Asas memandang jauh kedepan
Asas memandang jauh kedepan memiliki arti bahwa pemerintahan yang memiliki visioner (procasting). Dimana untuk mencapai visi tersebut diperlukan perencanaan stratrgis dan matang. Ada beberapa hal yang perlu di perhatikan, yaitu
a.    Waktu
b.    Masa jabatan
c.    Kesempatan
d.   Generasi yang akan datang
2.    Asas berpikir panjang
Dalam hal ini, ada sebuah peribahasa yang tepat digunakan yakni pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna. Melakukan sesuatu terlebih dahulu mempertimbangkan srgala resiko secara rasional dan objektif. Hal ini juga yang harus diperhatikan, bahwa dalam ilmu pemerintahan mempunyai asas berpikir panjang, dimana dalam menentukan aturan dan kebijakan, seorang pemerintah harus memepertimbangkan segala hal dan hal yang akan ditimbulkan dengan adanya kebijakan tersebut secara rasional, objektif dan cara-cara yang konkrit.
3.    Asas belajar dari sejarah
Asas ini menggambarkan bahwa pemerintahan adalah proses sejarah yang melahirkan konsep sejarah pemerintahan. Dimana dalam pemerintahan itu sendiri terjadi mata rantai sebab akibat yang menerangkan bahwa setiap kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam pemerintahan tidak ada yang terjadi secara kebetulan dan jelas akan ada aktor pemerintahan serta dampak yang ditimbulkan. Karena dalam ilmu pemerintahan, seorang pemerintah bisa berkaca dari semua kejadian atau peristiwa yang telah terjadi karena setiap kejadian yang terjadi bersifat unik.
4.    Asas kepastian dan perubahan
Kepastian hukum merupakan bingkai dari perubahan sosial yang terjadi di masyarakat dimana yang menjadi bingkai itu sendiri adalah hukum positif yang berlaku. Dalam pemerintahan, perubahan merupakan suatu hal yang pasti dan harus dihadapi sehingga sangat diperlukan manajemen perubahan oleh pemerintah untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi agar membawa perubahan yang lebih baik
5.    Asas keserasian tujuan, dengan motif, cara dan alat
Dalam ilmu pemerintahan, kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah ada tahap-tahap yang perlu dilakukan. Hal pertama haruslah ada motif yang dianggap sebagai input dalam menghasilkan kebijakan. Kemudian, untuk mewujudkan itu semua, diperlukan proses yang diartikan sebagai cara ataupun alat dalam megelola dan menciptakan kebijakan, kemudian yang terakhir adalah output yang berupa kebijakan ataupun hasil dari pelaksanaan pemerintahan. Selanjutnya yang menjadi hal pokok adalah bagaimana kebijakan yang dihasilkan mampu memberikan outcome ataupun manfaat yang berguna bagi masyarakat yang merupakan tujuan dari penciptaan kebijakan tersebut. Dan untuk melaksanakan semua tahapan tersebut, diperlukan keserasian dan keselarasan agar tidak terjadi disintegrasi dan ketimpangan.
6.    Asas profesionalisme
Profesionalisme adalah konsep yang digunakan dalam ilmu administrasi dan ilmu manajemen khususnya manajemen sumber daya manusia. Profesional itu sendiri merupakan suatu sifat ketekunan pada pekerjaan yang dikuasai dan dilaksanakan dengan benar.
7.    Asas tanggung jawab
Tanggung jawab adalah suatu sikap untuk menanggung resiko terhadap pekerjaan yang dilakukan dalam peristiwa pemerintahan, dimana tanggung jawab tersebut lebih menekankan pada pelaksanaan kewajiban dan hak yang dimiliki oleh setiap pemerintah dan yang diperintah.
8.    Asas kepatuhan
Dalam hal pemerintahan, terdapat asas kepatuhan yang bermakna bahwa apa yang dilakukan sesuai dengan norma hukum dan prosedur yang ada dalam organisasi pemerintahan.
9.    Asas Kebersamaan
Asas ini memperlakukan semua orang sama didalam hukum dan pemerintahan. Bahwa hak-hak manusia memang perlu dijaga dan dihargai, dimana semua orang berhak mendapat perlakuan yang adil dalam hukum  dan mendapatkan pelayanan yang prima dalam pelayanan publik dalam hal pemerintahan.
10.              Asas Good Governance
Asas pemerintahan yang baik sebagai spirit pemerintahan modern yang mencakup nilai transparasi, keadilan, pelayanan, kepastian hukum, efisiensi, efektivitas, dan sebagainya. Dimana untuk mewujudkabn hal tersebut, perlu kesinergisitas para stakeholders yakni pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat.
11.              Asas persatuan dalam Perbedaan
Salah satu yang membuat unik Indonesia adalah karena keberagamannya. Dimana di Indonesia terdiri dari beberapa suku, agama, budaya, bahasa dan ras. Asas persatuan dalam perbedaan menyebabkan indonesia menganut Bhineka Tunggal Ika, perbedaan diciptakan dan persatuan sebagai rahasia ilahi dalam penciptaan.