BUDAYA POLITIK DI KECAMATAN NIPAH PANJANG
Di Presentasikan Dalam Mata Kuliah
SISTEM POLITIK INDONESIA
DOSEN PENGAMPU : IRMAWATI SAGALA, S.IP., M.Si
DISUSUN
OLEH :
Di
Susun oleh:
ABDUL
AZIS
SP.110156
PRODI ILMU
PEMERINTAHAN
FAKULTAS
SYARIAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA
SAIFUDDIN JAMBI
2013
PENDAHULUAN
A.
Budaya
Politik dan Pengaruhnya terhadap Sistem Politik serta Hubungannya dengan Otonomi
Daerah
Budaya politik adalah gambaran terhadap
tingkah laku individu atas penilaiannya terhadap kehidupan politik. Budaya
politik berupa persepsi individu dan sikapnya terhadap berbagai masalah politik
dan peristiwa politik yang bisa saja inidividu tersebut terlibat langsung
ataupun tidak. Budaya politik suatu masyarakat dapat diukur dari berbagai
orientasinya yang dapat berupa orientasi kognitif yaitu penilaian tehadap
pengetahuan dan kepercayaan masyarakat terhadap politik dan bagaimana masyarakat
mampu berperan dan menjalankan kewajibannya dalam sebuah kehidupan politik.
Kemudian orientasi selanjutnya ialah orientasi afektif yakni penilaian
masyarakat akan politik yang dapat dilihat dari ungkapan perasaannya baik
terhadap sistem politik itu maupu terhadap orang-orang yang menjalankan dan
berpartisipasi dalam politik. Selanjutnya orientasi evaluatif yang berupa penilaian
masyarakat akan sebuah sistem politik yang dilihat dari pendapatnya serta
tanggapan terhadap pelaksanaan kehidupan berpolitik.
Secara umum, budaya politik dapat dibagi
menjadi budaya politik parokial, budaya politik kaula, dan budaya politik
partisipan. Budaya politik parokial adalah budaya politik yang hanya terbatas
pada wilayah sempit dan pelaku politik sering menggabungkan peranannya dalam
bidang politik dengan bidang yang lain. Sedangkan budaya politik kaula adalah
budaya politik yang pasif dan kurang merespon terhadap kebijakan dan kurang
memiliki kemampuan untuk menyampaikan aspirasi baik berupa tuntutan dan
dukungan. Sedangkan budaya politik partisipan merupakan budaya politik yang
aktif dalam hal merespon kebijakan serta berperan aktif dalam menyampaikan
aspirasi dan menjadi pengontrol dalam pelaksanaan sistem politik.
Budaya politik sangat berperan dalam hal
sistem politik. Keberhasilan suatu sistem politik turut ditentukan oleh budaya
politik masyarakat. Tuntutan dan dukungan yang terdapat dalam input ataupun
masukan dari sistem politik ditentukan dalam besarnya pengaruh budaya politik.
Dimana dalam orientasi afektif budaya politik yang melibatkan perasaan masyarakat
terkadang diimplementasikan dalam hal memberikan tuntutan dan dukungan.
Misalkan penilaian terhadap kinerja dari pemerintahan selaku pelaksana dari
proses konvensi dalam sistem politik dipengaruhi oleh ungkapan perasaan
masyarakat. Masyarakat yang terlanjur simpatik dan merasa dekat dengan
pemimpinnya, cenderung memiliki kedekatan emosional tersendiri dalam
menyampaikan aspirasi dan tuntutannya.
Selanjutnya pengetahuan masyarakat
terhadap politik akan berdampak besar terhadap jalannya sebuah sistem politik.
Jika masyarakat tidak mengetahui cara menyampaikan aspirasi dan tuntutan juga
akan memberikan penilaian negatif dari sebuah sistem politik, dan jika terlanjur
menilai buruk dari sebuah pelaksanaan pemilu misalnya akan cenderung mengurangi
partisipasi masyrakat dalam hal pemilihan umum ataupun pelaksanaan politik. Selanjutnya
kemampuan masyarakat menilai para pelaku politik baik dari segi pribadinya juga
dalam hal mengawasi proses konvensi dalam sebuah sistem politik akan mampu
mejadikan masyarakat yang aktif dan cerdas dalam memilih siapa yang nantinya
menjadi pelaku politik dan menjadikan masyarakat yang mandiri dalam hal
partisipasi politik.
Apabila dihubungkan dengan tujuan dari
pemberian otonomi bagi daerah yang lebih cenderung kepada pembangunan, maka
budaya politik sangat menjadi faktor penentu dalam mewujudkan tujuan otonomi
tersebut. Seperti diketahui bahwa otonomi daerah adalah suatu penyerahan
wewenang kepada daerah untuk mengatur
rumah tangganya sendiri baik berupa perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban akan dibebankan kepada daerah tersebut, sehingga peran serta
masyarakat sangat diperlukan. Apabila budaya politik dalam sebuah masyarakat
termasuk dalam budaya politik partisipan, yang masyarakatnya aktif dalam
berpartisipasi dan mengontrol setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah maka
akan mudah dalam pelaksanaan pembangunan daerah karena masyarakat ikut serta
membangun dan penjadi tim pengawas dalam pembangunan sehingga dalam pelaksaan
tersebut terhindar dari adanya Korupsi dan penyalahgunaan anggaran.
PEMBAHASAN
A.
Budaya
Politik di Kecamatan Nipah Panjang
Nipah Panjang merupakan sebuah kecamatan yang berada
di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Mayarakatnya tergolong multi etnis dimana didaerah
tersebut terdapat banyak Suku, Budaya, maupun Agama. Ditinjau dari segi
sosialnya pun sangat bervariatif dikarenakan tingkat kehidupan sosialnya sangat
beragam. Mulai dari yang mengeyam pendidikan doktor, guru, bahkan yang tidak
tahu baca tulis pun saling berinteraksi dengan baik di lingkungan kecamatan
Nipah Panjang. Dari segi perekonomian pun juga bermacam-macam mulai dari
pengusaha, pedagang hingga pemulung juga dapat dijumpai di kecamatan yang dilalui
oleh sungai Batanghari ini.
Berbedanya corak kehidupan masyarakat Nipah Panjang
baik dilihat dari segi pendidikan, perekonomian maupun kehidupan sosial juga
berdampak dalam hal budaya politik. Kemampuan masyarakat Nipah Panjang dalam
mengetahui siapa calon pelaku politik yang akan memimpin juga berbeda beda.
Masyarakat yang mengenyam pendidikan tinggi tentu berbeda dengan yang tidak
tahu baca tulis. Masyarakat yang berpendidikan menjadikan dirinya ikut andil
dalam pelaksanaan politik baik menjadi pelaku politik maupun sebagai tim sukses
yang akan mendukung seorang pelaku politik yang akan maju sebagai anggota calon
legislatif maupun eksekutif.
Melihat kondisi sosial seperti ini, seringkali
masyarakat yang tidak tahu baca tulis malah dirugikan jika dalam pelaksanaan
politik mengharuskan mampu baca maupun menulis. Seperti contoh, seringkali
masyarakat Nipah Panjang tidak mengenali siapa yang akan menjadi Calon
Legislatif dikarenakan ketidak tahuannya membaca profil dan visi dan misi
seorang Caleg yang akan memimpin Nipah Panjang kedepannya. Tentu saja hal ini
berpengaruh besar terhadap kemajuan Nipah Panjang jika kualitas seorang calon
pemimpin tidak diketahui oleh masyarkat yang notabene menjadi pemilih. Bisa
saja masyarakat yang tidak mengenal calon pemimpinnya salah dalam menentukan
pilihannya dikarenakan faktor ketidaktahuannya akan membaca dan menulis.
Dilihat dari segi aspek pengetahuan masyarakat Nipah
Panjang akan dunia politik juga tidak kalah mengkhawatirkan jika dibandingkan
tingkah laku dan penilai masyarakat akan kehidupan politik. Seringkali penilainya sangat sempit jika
sudah berbicara masalah politik, kebanyakan dari mereka yang berasal dari
golongan menengah kebawah hanya menilai politik sebagai perilaku busuk, tempat
korupsi dan hanya menjadi tempat pengrekrutan SDM ( Sanak dari Mudik). Mereka
juga beranggapan bahwa ikut atau tidaknya mereka dalam partisipasi politik
tidak akan merubah hasil dari pencapaian tujuan politik, yang akhirnya yang
menang adalah orang yang punya uang banyak dan kekerabatan dekat dengan
orang-orang yang berpengaruh. Saya melihat hal terjadi dikarenakan beberapa
faktor yakni kemampuan ekonomi dan paradigma dari masyarakat yang turun temurun
menilai politik hanya dari segi negatif. Kemampuan ekonomi masyarakat seringkali
dimanfaatkan oleh orang-orang yang akan duduk dalam dunia perpolitikan sebagai
modus dalam pengrekrutan massa dan perolehan suara terbanyak. Seringkali
masyarakat miskin sering disogok dengan uang maupun dengan barang-barang untuk
memilih para caleg-caleg yang memberikan hadiah tersebur. Masyarakat menjadi
malas dan memanfaatkan situasi seperti ini untuk memperkaya diri pribadi dan
menjadikan masyarakat kehilangan hati nurani untuk membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk, Cuma karena keterpaksaan akan faktor ekonomi. Kejadian
seperti ini masih sering dijumpai dikecamatan Nipah Panjang, khususnya dalam Kampanye
serta hari menjelang Pemilihan Umum. Money politik yang sering digunakan
oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini, menjadikan masyarakat
semakin terpuruk dengan kemiskinan dan semakin berkurang nya minat masyarakat
untuk memilih pemimpin yang baik. Juga berdampak keikut sertaan masyarakat
dalam partisipasi politik semakin berkurang. Seringkali ditemukan masyarakat
yang GolPut (Golongan Putih) yang tidak ikut serta dalam pemilihan umum
dikarenakan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pelaksaanaan sistem
demokrasi dan kepasrahan mereka terhadap hasil yang akan dicapai dalam
pemilihan umum tersebut. Mereka berasumsi, nyoblos atau tidaknya mereka tidak
akan merubah hidup mereka. Yang petani tetap akan menjadi petani, dan yang
pedagang akan tetap selamanya menjadi pedagang begitupula dengan nelayan dan
para pelaku ekonomi yang ada di Nipah Panjang.
Istilah-istilah kecurangan dalam dunia politik juga sering didengar dalam masyarkat Nipah
Panjang, seperti Serangan Fajar dan Pencucian Uang. Namun saya menilai,
sebagian masyarakat hanya menjalani aktifitas tersebut tanpa tahu apa yang
dinamakan dengan Serangan Fajar dan Pencucian Uang. Istilah serangan fajar
sering dipakai jika tejadi pembagian uang tunai pada saat beberapa jam sebelum
diadakan pemilihan umum. Masyarakat yang yang tidak tahu akan modus yang
digunakan oleh calon-calon yang tidak mencerminkan akhlak mulia ini seringkali
mereka anggap sebagai hibah ataupun berupa hadiah cuma-cuma, kejadian serupa
pun sering terjadi dalam bentuk pemberian hadiah berupa barang maupun dari segi
makanan. Kejadian seperti ini seringkali malah dijadikan sebagai ladang
penghasilan oleh oknum-oknum yang ada dalam masyarakat. Mereka mampu menarik
simpati para calon-calon legislatif dengan berbagai alasan. Misalnya meminta
bantuan dengan alasan akan diberikan kepada masyarakat malah digunakan untuk
kepentingan pribadi. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi masyarakat
Nipah Panjang dan membuat mereka menjadi kurang simpatik dengan pelaksanaan
sistem demokrasi.
Namun lambat laun seiring dengan perkembangan zaman,
dan semakin ketatnya sistem persaingan dalam dunia perpolitikan menjadikan
masyarakat Nipah Panjang mulai sadar akan kesalahan mereka selama ini. Mereka
yang selama ini kurang aktif mulai terdidik dengan sendirinya dikarenakan
keinginan mereka untuk merubah hidup dengan jalan memilih pemimpin yang
berkualitas yang diharapkan mampu membawa perubahan bagi Nipah Panjang dan
seringnya mereka menyaksikan penyadaran-penyadaran yang di media televisi
maupun radio. Masyarakat Nipah Panjang yang selama ini kurang mementingkan
pendidikan, mulai menyadari bahwa
pendidikan akan mampu merubah hidup mereka jika mereka iku andil dalam sistem
partisiapasi politik. Masyarakat di Nipah Panjang pun mulai membentuk sebuah
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dibentuk oleh komunitas wartawan yang
akan mewakili suara-suara masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap
kinerja para pelaku politik dalam hal ini dinamakan pemerintah, juga diharapkan
dengan adanya LSM ini mampu memudahkan penyampaian aspirasi masyarakat baik itu
berupa tuntutan maupun dukungan. Kemudian keterwakilan masyarakat Nipah Panjang
yang tergabung dalam LSM juga menjadi pengontrol kebijakan yang telah dibuat
oleh pemerintah, baik berupa peraturan maupun pembangunan. Seperti yang
diberitakan dalam Jambi Star tanggal 28 Maret 2010 bahwa Masyarakat yang
tergabung dalam LSM PRAJA INDONESIA mengadukan beberapa persoalan kepada kepala
dinas Ir. Herman Suherman, terkait masalah pembangunan PPI (Pusat Pelelangan
Ikan) di Kecamatan Nipah Panjang. Masyarakat menemukan beberapa persoalan yakni
tidak dicantumkannya nilai kontrak dan anggaran pelaksanaan proyek PPI,
masyarakat menilai pemerintah kurang transparan dalam melaksanakan pembangunan
di Kecamatan Nipah Panjang.
Perubahan budaya politk masyarakat Nipah Panjang
nampaknya bukan hanya terlihat pada pengontrolannya terhadap kebijakan
pemerintah tetapi juga dapat dilihat dari semangatnya mengikuti pesta demokrasi
melalui pemilihan umum. Seperti yang diberitakan dalam Harian Pelita edisi rabu
15 Mei 2013 bahwa ada 23 Kepala keluarga (KK) yang bermukim di Kecamatan Nipah
Panjang mengadukan protes ke KPUD Tanjung Jabung Timur dikarenakan tidak
masuknya dalam Daftar Pemilihan Sementara dan Daftar Pemilihan Tetap dalam
Pemilihan Umun 2009. Ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai antusias dalam ikut
serta pelaksanaan Pemilu sehingga problema Golput akan berangsur-angsur hilang
dalam kebudayaan masyarakat Nipah Panjang. Hal ini juga membawa angin segar
dalam pelaksanaan Pemilu yang bersih dengan menghindari adanya manipulasi suara
jika jumlah DPT berbeda dengan hasil jumlah suara dalam pelaksanaan pemilu.
Dengan melihat beberapa bukti tersebut nampaknya
masyarakat Nipah Panjang mulai berperan aktif dalam mengontrol dari setiap
output sistem politik yang berupa kebijakan dengan feedbacknya berupa tuntutan
kembali. Masyarakat yang dulunya masih diam dan kurang memperhatikan kebijakan
pemerintah, mulai beralih menampakkan keaktifannya sebagai pengontrol dan
pengawas dari setiap kebijakan dan semangat mengikuti pesta demokrasi juga
membawa dampak yang signifikan terhadap budaya politik masyarakat serta mampu
menjadikan masyarakat yang cerdas dan lebih selektif dalam memilih calon
pemimpinnya. Sehingga pemimpin yang dihasilkan memang benar-benar berkualitas
dan mementingkan kepentingan masyarakat serta mampu menghindari praktek
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme untuk menciptakan Kecamatan Nipah Panjang yang Ekonomi Maju, Aman dan Sejahtera sesuai dengan
slogan Jambi EMAS 2015.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai budaya politik
di Kecamatan Nipah Panjang, dapat penulis simpulkan bahwa budaya politik yang
terjadi di Kecamatan Nipah Panjang sudah mengalami proses peralihan. Masyarakat
yang awalnya memiliki budaya politik kaula, yang kurang respon dalam setiap
kebijakan dan bersifat pasif dalam kehidupan politik yang dikarenakan beberapa
faktor yakni kurang kesadaran akan kewajibannya turut andil dalam dunia politik
hingga masalah ekonomi yang mengakibatkan mereka terpuruk dengan keadaan yang
memaksa mereka menilai politik sebagai praktek dari oknum-oknum yang berhati
busuk dengan memanfaatkan keadaan untuk kepentingan pribadi, berangsur-angsur
pulih kepada budaya politik yang lebih bersifat partisipan. Dimana, masyarakat
Nipah Panjang mulai mengaktifkan dirinya dalam mengontrol kebijakan pemerintah
ditandai dengan semakin banyak Lembaga Swadaya Masyarakat yang terbentuk
sebagai perwakilan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat demi terciptanya
Nipah Panjang yang sehat akan dunia politinya hingga sejahtera penduduknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar