Sabtu, 25 Mei 2013

Kapabilitas Sistem Politik



Kapabilitas Sistem Politik
Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Kapabilitas sistem politik dapat diartikan sebagai kemampuan sistem politik yang dapat digunakan untuk mematangkan pembangunan politik disuatu negara. Menurut Almond, untuk menetukan realitas kegagalan sistem politik, memerlukan serangkaian parameter yang sekaligus pemenuhan didalamnya menjadi sebuah tawaran solusi. Dikatakan bahwasanya setiap sistem politik harus memiliki enam jenis kemampuan, yaitu :
1.         Ekstraktif
Ekstraktif adalah kemampuan pemerintah untuk melakukan pengolahan terhadap SDA dan SDM dilingkungan dalam maupun lingkungan luar. Adapun menurut Gabriel Almond mengemukakan bahwa Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan mengumpulkan dan mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia dari lingkungan dalam negeri dan internasional. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah, seperti bagaimana pemerintah mengelola pertambangan berhadapan dengan modal domestik mau pun asing dan kepentingan kemakmuran rakyat di sisi yang lain.  Sementara kemampuan pengelolaan SDM akan berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan, peningkatan sumber daya, pengalokasian SDM dan lain-lain. Tentu saja, pada akhirnya kedua dimensi kemampuan pengelolaan potensi SDA dan SDM harus dipadukan ke dalam satu tujuan, yakni kemaslahatan bangsa di mana sistem politik itu bekerja.
Contoh Kasus
Kemampuan ekstraktif dalam hal  ini dapat  dilihat dari pengelolaan minyak dan pertambangan oleh penanam modal asing yang akan memberikan pemasukan bagi pemerintah yang berupa pajak. Seperti contoh penambangan emas di Papua oleh PT Freeport Indonesia yang mampu menyetorkan pajak senilai 19 triliun kepada pemerintahan Indonesia. Walaupun kapabilitas ekstraktif ini telah dilakukan namun pada kenyataanya sumber-sumber material belum mampu mengolah sumber daya alam untuk mensejahterakan rakyat. Masyarakat tetap saja bergumul dengan kemelaratan dan kemiskinan, Karena konstribusi pajak senilai 19 triliun itu dinilai tidak sebanding dengan eksplotasi yang dilakukan oleh PT FI yang berdampak pada kerusakan lingkungan yang berupa Limbah produksi yang dibuang kesungai.
2.        Regulatif
Regulatif adalah kemampuan pemerintah untuk membuat aturan- aturan yang dapat mengontrol dan mengendalikan perilaku individu atau kelompok agar sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Gabriel Almond beranggapan bahwa Kapabilitas Regulatif sama dengan pengaturan yang merujuk kepada aliran kontrol atas perilaku individu dan relasi-relasi kelompok di dalam sistem politik. Point ini biasanya dilakukan dengan cara menerapkan peraturan-peraturan secara umum, dimana tolok ukur penilaiannya terletak pada sejauh mana pola-pola tingkah laku dari pada individu-individu yang ada beserta berbagai bidang di dalamnya dapat diatur oleh suatu sistem politik.
Contoh kasus
Kemampuan regulatif adalah kemampuan yang sangat kritis terjadi di indonesia. Regulasi yang seharusnya hadir sebagai pengontrol dan pengendali tingkah laku dalam berjalannya sistem politik terkadang disalah  gunakan para pembuat regulasi, bahkan cenderung “membentengi” diri lewat peraturan yang dibuatnya. Telah banyak peristiwa besar yang terjadi di negara kita saat ini, seperti DPR yang merupakan pembuat undang-undang, justru mereka sendiri yang banyak melanggarnya. Selain itu, maraknya kasus mafia hukum yang notabene dilakukan penegak hukum itu sendiri.
Apabila kemampuan regulatif sistem politik ini dimaknai sebagai interaksi yang mempengaruhi semua penggunaan paksaan fisik yang sah, maka sungguh tidak efektif kemampuan sistem politik ini. Karena masih sangat marak aksi premanisasi yang terjadi tanpa aparat negara yang mampu mencegahnya, bahkan pengerusakan tempat-tempat ibadah menjadi fenomena tersendiri dalam negeri ini.

3.      Distributif
Distributif adalah kemampuan pemerintah untuk mengalokasikan dan mendistribusikan SDA dan SDM berupa barang dan jasa  yang dimiliki oleh masyarakat dan negara secara merata. Menurut Gabriel Almond Kapabilitas Distributif yakni merujuk kepada kemampuan melakukan alokasi dan distribusi sumber-sumber ekonomi, penghargaan, status, dan kesempatan untuk semua lapisan masyarakat. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, dalam rangka penciptaan keadilan sosial. Pada saat yang sama distribusi sumber-sumber penghidupan dan pekerjaan serta mobilitas sosial juga penting diperlihatkan oleh kapabilitas distributif ini. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Sistem dan struktur perpajakan, dengan demikian, akan memengaruhi corak kenegaraan, apakah bisa dikatakan lebih adil atau kurang adil, lebih mampu menjalankan kapabilitas distributif atau malah gagal.
Contoh Kasus
Saat ini masalah kesenjangan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan tidak pernah mendapatkan perhatian secara serius. Malahan ada kecenderungan semakin memburuk mengenai hal ini. Kebijakan ekonomi neoliberal yang semakin intensif dilakukan oleh pemerintahan SBY telah membuat ketimpangan dan kesenjangan antara kelompok yang kaya dan kelompok yang miskin semakin memprihatinkan. Biaya pendidikan semakin mahal sehingga hanya kelompok tertentu saja yang mampu mengakses, terlebih lagi harus ada sistem standarisasi kelulusan berupa UN yang menuai kontra dari berbagai pihak. Bagaimana tidak, sistem ini malah justru menjadi diskriminasi bagi anak yang bersekolah di pedesaan yang harus disamakan standarnya dengan anak perkotaan yang jauh lebih banyak penerima fasilitas pendidikan dibanding dengan anak-anak didaerah terpencil. Demikian pula dalam pelayanan kesehatan. Semakin mahalnya biaya kesehatan membuat masyarakat miskin tidak lagi memperoleh pelayanan kesehatan yang layak, sementara kelompok yang kaya dapat memilih jenis pelayanan kesehatan apapun, termasuk pelayanan standar internasional. Sebagai contoh seorang yang harus kehilangan anaknya karena ditolak oleh 10 rumah sakit dengan alasan yang tidak tidak logis, menjadi pemandangan tersendiri bagi bobroknya kapabilitas ditributif dari sistem politik indonesia.

4.      Simbolik
Simbolik adalah kemampuan untuk membangun pencitraan terhadap kepala negara atau juga rasa bangga terhadap negaranya. Menurut Gabriel Almond Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sebuah sistem politik.
Contoh Kasus
Kapabilitas simbolik pada sistem politik di indonesia saat ini tidak melahirkan pemimpin yang memiliki jiwa kemimpinan, karismatik dan relegius. Seperti kita ketahui sosok pemimpin seperti Ir. Soekarno, yang karismatik dan Gusdur sebagai tokoh agama. Tepuk tangan yang diberikan kepada pidato seorang tokoh politik merupakan dukungan moral dan tanda penghormatan atas dirinya sebagai pemimpin. Namun sekarang yang kita lihat tidak lagi terdapat pemimpin yang memiliki simbol tertentu, sehingga hanya melahirkan kepala pemerintahan yang memimpin dengan sistem kerja struktural belaka.
Tapi pada perkembangannya, kemampuan simbolik mulai berangsur-angsur memberikan titik terang, karena masyarakat semakin lama semakin pintar melihat calon-calon pemimpin yang akan dipilihnya. Pemimpin yang hanya mengandalkan pencitraan tidak akan mampu bertahan lama karena persaingan politik pun semakin ketat. Siapa yang mampu menarik simpati masyarakat maka dia yang dipercaya, seperti halnya Jokowi. Gubrakan dalam kepemimpinannya banyak menuai dukungan dari masyarakat karena gayanya yang Blusukan membuat orang lebih simpati. Semoga saja apa yang dilakukann pemimpin di negeri ini bukan untuk pencitraan untuk mendapat simpati dari masyarakat tapi merupakan gaya kepemimpinana yang bisa membuat Indonesia yang lebih baik.
5.      Responsif
Responsif adalah kemampuan daya tanggap yang diciptakan oleh pemerintah terhadap tuntutan atau tekanan. Gabriel Almond berpendapat tentang Kapabilitas responsif bahwa dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output. Output berupa kebijakan pemerintah dapat dikur dari sejauh mana kebijakan tersebut dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat (sebagai inputnya). Di sini, agak sedikit berbeda dengan kapabilitas simbolik, yang paling pokok bukan lah didapatkannya benang merah antara kebijakan dengan tuntutan/aspirasi masyarakat, tetapi lebih kepada bagaimana proses pembuatan kebijakan itu sendiri, yakni pelembagaan mekanisme agregasi dan artikulasi politik kepentingan masyarakat ke dalam sebuah kebijakan politik. Jadi, bukan sekedar melihat apakah Output kebijakan paralel dengan aspirasi/tuntutan masyarakat (kemampuan menangkap wacana aspirasi), tetapi apakah di dalam sistem politik tersebut telah terlembagakan suatu mekanisme dimana rakyat dapat lebih mudah dan lebih mungkin untuk terlibat di dalam tahapan-tahapan pembuatan kebijakan.
Contoh Kasus
Mengenai responsivitas, sistem politik kurang mengakomodasi segala kepentingan masyarakat dilingkungan sistem politik itu sendiri. Karena selama ini kecenderungan kebijakan dibuat oleh para elite politik, dan terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tuntutan masyarakatpun kurang direspon dengan baik, meskipun ditekan dengan berbagai aksi demonstrasi.
Tragedi Demonstrasi yang terjadi sehingga kerusakan bahkan berujung pada kematian menjadi contoh nyata kurang rensonsif pemerintah terhadap tuntutan masyarakat. Dengan hadirnya berbagai Lembaga swadaya masyarakat bisa lebih memudahkan penyampaian aspirasi dan tuntutan masyarakat sehingga kapabilitas responsif yang dicitptakan mampu menyeimbangkan antara tuntutan dan kebijakan sehingga sistem politik dapat berjalan normal.
6.      Domestik dan internasional
Domestik dan Iternasional adalah kemampuan yang dimiliki pemerintah dalah hal bagaimana ia berinteraksi dilingkungan domestik maupun luar negeri.
Contoh Kasus
Kemampuan domestik sistem politik masih lemah sehingga relasi antara pemerintah dan masyarakat kurang harmonis, hal ini tergambar dari berbagai aksi ketidakpercayaan publik terhadap kinerja pemerintah selama ini. Mengenai kemampuan internasional, sistem politik indonesia sangat terbuka terhadap kebijakan internasional dan membentuk relasi yang baik dengan dunia internasional. Namun menjadi ironi ketika sistem politik indonesia memberikan kebebasan pada dunia internasional untuk berinvestasi, justru mengorbankan masyarakatnya sendiri. Contoh riil yang terjadi saat ini, dimana adanya perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dengan China yang justru mematikan industri lokal. Dimana kebebasan produk Cina masuk kepasaran Indonesia membuat daya beli masyarakat terhadap produk dalam negeri menjadi berkurang.

3 komentar:

  1. terima kasih banyak. yang di post ini sangat membantu tugas saya. THANKS A LOT !!!

    BalasHapus
  2. terimakasih, postingan ini sangat membantu dan informatif

    BalasHapus
  3. terima kasih , penjelasannya rinci dengan contoh kasus yang tepat , tolong sumber contoh kasusunya juga min penasaran hehe

    BalasHapus